Sorong, BSSN.go.id – Pada era digital yang semakin maju, keamanan siber telah menjadi isu yang sangat krusial. Perkembangan teknologi informasi yang pesat membawa dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan, namun juga menghadirkan tantangan baru yang harus dihadapi dengan serius bagi provinsi-provinsi baru dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Sehingga, penguatan ekosistem keamanan siber dan sandi merupakan langkah yang tidak bisa ditunda lagi.
Hal itu diungkapkan oleh Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sulistyo, saat memberikan keynote speech dalam acara Penguatan Ekosistem Keamanan Siber dan Sandi pada Provinsi Baru dan Daerah 3T di Sorong, Papua Barat Daya, pada Jumat (14/6/2024).
Ia mengatakan, pemerintah provinsi baru dan daerah 3T memiliki peranan strategis dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan negara. Wilayah-wilayah ini sering kali menjadi gerbang terdepan dalam menghadapi berbagai ancaman, baik itu fisik maupun non fisik, termasuk serangan siber.
“Karena itu, penguatan keamanan siber dan sandi di daerah-daerah tersebut menjadi prioritas utama,” ujarnya.
Sulistyo menjelaskan, transformasi digital merupakan kunci fundamental dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Dengan menawarkan berbagai manfaat krusial dalam mendukung pencapaiannya, yakni meningkatkan efisiensi dan efektivitas, mempercepat inovasi dan kreativitas, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, memperkuat daya saing global, dan memperluas jangkauan layanan.
“Jadi dalam pelaksanaannya, transformasi digital berjalan di atas empat pilar utama. Antara lain infrastruktur, pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, transformasi digital dalam sektor pemerintahan dikemas dalam bentuk Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Sistem ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas layanan publik.
Dalam konteks percepatan transformasi digital, tantangan utama yang dihadapi dalam penguatan ekosistem keamanan siber provinsi baru dan daerah 3T adalah keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia yang kompeten di bidang tersebut.
“Maka dari itu, diperlukan upaya bersama yang dapat diambil untuk mempercepat transformasi digital melalui SPBE,” jelasnya.
Diantaranya, sambung Sulistyo, pengembangan infrastruktur digital dan pengembangan aplikasi dan platform. Lalu sosialisasi dan pelatihan, serta pengembangan kebijakan yang mendukung. Kemudian peningkatan keamanan siber, serta evaluasi dan penyesuaian berkelanjutan.
Penting untuk diingat, kesuksesan implementasi SPBE tidak hanya tergantung pada teknologi semata. Namun, faktor-faktor seperti kebijakan yang mendukung, infrastruktur yang memadai, keamanan data, serta literasi digital juga merupakan hal yang krusial dalam memastikan keberhasilan transformasi digital dalam pemerintahan.
“Karenanya, penguatan ekosistem keamanan siber dan sandi bukanlah tugas yang mudah. Dengan kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua pihak, kita bisa mewujudkannya,” tutup Sulistyo.