Jakarta, BSSN.go.id – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) evaluasi penerapan Peraturan BSSN Nomor 8 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Peraturan BSSN Nomor 10 Tahun 2020 tentang Tim Tanggap Insiden Siber menggandeng perwakilan berbagai lembaga/organisasi pemangku kepentingan keamanan siber di Hotel Aston Priority Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2022).
Membuka kegiatan FGD yang digelar secara hybrid tersebut Direktur Kebijakan Tata Kelola Keamanan Siber dan Sandi BSSN Nunil Pantjawati menyatakan melalui kegiatan tersebut BSSN meminta perwakilan berbagai pemangku kepentingan keamanan siber memberikan masukan tentang berbagai capaian dan kendala pelaksanaan kedua peraturan tersebut.
“Di forum ini, kami harap dapat bertukar informasi, bertukar pikiran, dan bila memang ada problematika dapat disampaikan. Kami terbuka dengan berbagai kontribusi pemikiran, kritik dan alternatif solusi dalam forum ini demi perbaikan implementasi kedua peraturan BSSN tersebut,” kata Nunil.
Nunil menyatakan kedua peraturan tersebut telah berlaku efektif kurang lebih dua tahun sehingga berdasarkan ketentuan pengukuran Indeks Kualitas Kebijakan yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara yang menyatakan peraturan yang telah diimplementasikan dalam kurun waktu perlu dilakukan evaluasi untuk menilai kualitas pelaksanaan peraturan tersebut.
“Hasil evaluasinya akan dituangkan dalam suatu dokumen rekomendasi kebijakan yang dapat menjadi salah satu acuan arah kebijakan pengembangan peraturan terkait,” ujar Nunil.
Nunil menyebut Peraturan BSSN Nomor 8 Tahun 2020 utamanyamengatur tentang ruang lingkup penyelenggaraan sistem elektronik lingkup publik dan penyelenggaraan sistem elektronik lingkup privat, proses penilaian mandiri dan kategori sistem elektronik, penyelenggara Sistem Manajemen Pengamanan Informasi, pembinaan dan pengawasan, serta sanksi.
“Peraturan BSSN Nomor 10 Tahun 2020 secara garis besar mengatur tentang penyelenggaraan tim tanggap insiden siber, jenis dan tugas, beserta layanan yang diberikan. Peraturan tersebut telah diimplementasikan stakeholder sebagai dasar pembentukan dan operasional tim tanggap insiden siber,” jelas Nunil.
Nunil menyebut dua peraturan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. PP tersebut mengatur kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk menyediakan sistem pengamanan yang mencakup prosedur, sistem pencegahan berikut penanggulangan terhadap ancaman dan serangan yang menimbulkan gangguan, kagagalan, serta kerugian.
“Keamanan siber merupakan isu penting yang harus menjadi perhatian bersama. Seluruh komponen pemangku kepentingan bidang keamanan siber, baik pemerintah, sektor privat maupun publik, harus menyadari kewajiban dan tanggung jawabmasing-masing, mengingat potensi ancaman siber tidak berbatas waktu maupun wilayah,” ungkap Nunil.
Nunil menyebut dalam menanggapi berbagai ancaman yang ada, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk serius dalam meningkatkan mutu pengelolaan keamanan siber nasional.
“Saya berharap forum ini dapat memberkan kontribusi nyata dalam menciptakan kebijakan keamanan siber yang efektif dan tepat guna sehingga kita dapat membangun ketahanan siber Indonesia,” ungkap Nunil.
Narasumber dalam kegiatan tersebut diantaranya praktisi keamanan siber dan keamanan informasi Chandra Yulistia dan peneliti dan praktisi keamanan siber Muhammad Salman Saefudin.